Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia, yang disingkat IAAI seturut dengan nama lama organisasi ini, mendapatkan sejarah baru dengan berpindahnya kedudukan dari Jakarta ke Yogyakarta. Perpindahan ini diikuti dengan terpilihnya Marsis Sutopo sebagai Ketua IAAI.
Drs. Marsis Sutopo, M.Si. adalah alumnus Jurusan Arkeologi FS UGM, nama pada waktu itu. Ia adalah mahasiswa angkatan 1982, dan kemudian lulus dengan menulis skripsi berjudul “Kerusakan, Kegagalan dan Model Penanganan dalam Proses Produksi Gerabah Tradisional”. Pada waktu itu, kajian etnoarkeologi sedang populer di kalangan mahasiswa, terutama setelah kedatangan dosen Dr. John Miksic dari Amerika Serikat. Semasa mahasiswa, Marsis Sutopo aktif pada kegiatan kemahasiswaan, antara lain menjadi pengelola Buletin Artefak yang diterbitkan oleh Himpunan Mahasiswa Arkeologi. Ia juga mengikuti kegiatan pers mahasiswa di tingkat universitas.
Setamat kuliah, Mas Marsis, begitu panggilan akrabnya, menjadi pegawai di Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, dan bertugas di SPSP Batusangkar, Sumatra Barat, hingga kemudian menjadi kepala instansi ini. Beliau kemudian kembali ke almamater di Yogyakarta, yaitu di Program Pascasarjana Fakultas Geografi UGM dan menulis tesis “Pengembangan Ekowisata di Sekitar Kompleks Percandian Muaratakus: Studi Kasus di Desa Muaratakus, Kecamatan XIII Kotpo Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau”.
Setelah bertugas di Batusangkar, Mas Marsis ditugasi menjadi Kepala Balai Konservasi Borobudur hingga pensiun. Kegiatan kini pria kelahiran Kulonprogo tahun 1959 ini selain menjadi ketua IAAI antara lain adalah sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional.
Naskah: Sektiadi
Foto: Marsis Sutopo